Tapanuli Tengah | Penetapan dan pencabutan status Edianto Simatupang oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga yang sebelumnya sebagai tahanan kota menjadi tahanan rutan diduga dipaksakan.
Pasalnya, Penetapan sebagai tahanan rutan dilakukan yang ada Rabu (27/3/24) atau satu hari sebelum sidang putusan yang akan di gelar pada Kamis (28/3/24) di Pengadilan Negeri Sibolga.
Penetapan tersebut membuat sejumlah warga dan pengacara Edianto sebagai terdakwa kaget dengan penuh pertanyaan dibalik keputusan majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga yang diketuai oleh Yanti Suriani, dan dua orang Hakim anggota yakni Andreas Iriando Napitupulu dan Frans Martin Sihotang.
Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri Sibolga, Andreas Iriando Napitupulu yang juga sebagai Hakim majelis yang menyidangkan saat dikonfirmasi terkait penetapan tersebut menyatakan penetapan tersebut merupakan kewenangan Majelis Hakim.
“Kebetulan saya juga majelisnya, jadi kafasitas saya tidak bisa menyampaikan terlalu banyak, karena saya juga majelisnya, jadi yang bisa saya sampikan adalah itu kewenangan majelis mengenai penetapan si Edianto itu. Kecuali tadi saya bukan majelisnya baru bisa saya bisa bicara banyak, nantin jadinya tidak berimbang,” Katanya.
Disinggung alasan kuat majelais Hakim menetapkan status Edianto Simatupang sebagai tahanan rutan yang diduga adanya keraguan terhdap Edianto Simatupang akan melarikan diri atau pesanan seseorang untuk dilakukan penahanan Edianto mengingat pada tanggal 14 Februari 2024 lalu mengalami pengeroyokan sehingga secara mendadak yang hanya selisih beberapa jam sidang putusan.
“Sebagai majelis secara etika saya tidak bisa bicara langsung, nanti bapak bilang ke saya bapak kan majelisnya, jadi tidak berimbang jadinya, yang pastinya ini adalah kewenangan dan pertimbangan majelis,”jelasnya.
Sementara majelis Hakim yang diduga telah memutuskan bahwa Edianto yang ditetapkan sebagai tahanan rutan sehari sebelum putusan seolah-olah pada pembacaan amar putusan telah dipastikan Terdakwa dinyatakan bersalah, Andreas membantah kerena sidang putusan belum dilaksanakan.
“Itu belum tentu, Jangan mendahului majelis hakim, jadi besok orang bapak silahkan datang, silahkan meliput, kita belum tau karena saya juga majelis jadi saya tidak bisa berbicara banyak, nanti saya juga yang susah toh, jadi besok datang aja meliput ya,” Terangnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Edianto Simatupang, Indra Situmeang, SH dan Parlaungan Silalahi, SH menyatakan sangat kecewa dengan sikap dan Keputusan majelis hakim.
“Tentunya ini kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa sangat kecewa, padahal hanya tinggal beberapa jam lagi, kenapa harus dilakukan kali penahanan rutan. Kami sudah pastikan kalau klien kami tidak akan melarikan diri, itu sudah kita jamin dan bahkan ada beberapa Organisasi turut menjaminkan, selama ini juga Terdakwa selalu patuh dan sangat kooperatif mengikuti persidangan, kecuali pada saat Terdakwa mengalami pengeroyokan dan dirawat di RSUD Pandan, dan itu kita sudah menyerahkan bukti surat kepada majelis Hakim,” Kata Indra.
Indra menyatakan, penetapan majelis hakim tersebut patut diduga adanya pesanan atau titipan dari orang yang tidak senang dengan Edianto Simatupang. Sehingga untuk membungkam klien mereka harus dilakukan penahanan rutan.
Seperti diketahui, Edianto Simatupang sebelumnya dilaporkan oleh Hasdar Efendi selaku Kepala Desa Pasar Sorkam Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah dan saksi Henrykus Tarihoran selaku Kepala Desa Unte boang Kecamatan Sosorgadong Kabupaten Tapanuli Tengah juga beserta para Kepala Desa lainnya yang berada dalam jajaran pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah melaporkan perbuatan terdakwa pada tanggal 10 Agustus 2020 ke Polres Tapanuli Tengah untuk diproses.
Saat itu, Edianto Simatupang mengunggah status di Akun Facebook bulan Agustus 2020 sekira pukul 21.00 WIB bertempat di rumah milik Rosmawati Sihotang yang berada di Dusun II Desa Unte boang Kecamatan Sosorgadong Kabupaten Tapanuli Tengah, terdakwa melakukan pertemuan bersama dengan 23 warga Dusun Dusun II Desa Unte boang kemudian berfoto dengan 13 Warga tersebut yang membahas tentang bantuan Covid-19 dari pemerintah yaitu berupa sembako dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan selanjutnya pada tanggal 7 Agustus 2020 sekitar Pukul 21.45 WIB, Edianto Simatupang memposting status pada akun media sosial Facebook miliknya dengan tulisan “MALAM INI MASIH BERSAMA RAKYAT KECIL, KORBAN KETIDAK ADILAN DARI KADES IBLIS, KORUPTOR DANA DESA, TEGA KALI KALIAN MAKAN JATAH ORANG MISKIN’’ disertai dengan sebuah foto berisi 13 (Tiga) belas orang masyarakat warga Dusun II Desa Unte Boang Kecamatan Sosor Gadong Kabupaten Tapanuli Tengah.
Akibat postingan tersebut, Edianto Simatupang
Didakwa telah memberikan pandangan adanya perbuatan ketidak adilan dari kepala desa terhadap masyarakat sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antara masyarakat dengan Kepala Desa terutama di Kabupaten Tapanuli Tengah diakibatkan masyarakat yang tergambar dalam foto tersebut adalah masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah dimana postingan yang ditulis terdakwa pada akun Facebooknya adalah kalimat yang menggunakan Majas atau gaya bahasa Sarkasme, yaitu gaya bahasa sindirian yang kasar yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama dan atar golongan (SARA) sehingga dapat menyakiti hati orang yang disindir serta bermuatan pencemaran nama baik yang merendahkan martabat/kehormatan kepala desa dan dapat memicu rasa benci antar pihak yang menyebabkan gejolak, permusuhan, perseteruan hingga pertengkaran;
Dari Postingan tersebut, Jaksa Penuntut Umum dalam tuntuntan Menyatakan terdakwa Edianto Simatupang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)” sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama Penuntut Umum;
Edianto Simatupang didakwa telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 45 Ayat (3) Undang – Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 27 ayat (3) Undang – Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 bulan dan denda sebesar Rp. 5.000.000, dan jika tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 2 bulan;
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menetapkan barang bukti berupa :
2 lembar foto screenshot postingan Facebook atas nama Edianto Simatupang dan Moranaluhole Tangunan dan Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000.