LIPUTAN1, MAKASSAR – Debat perdana antara calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Danny Pomanto-Azhar dan Andi Sudirman-Fatma, mendapatkan perhatian luas dari publik dan para pengamat politik.
Muhammad Asratillah, seorang pengamat politik yang juga menjabat sebagai Direktur Politik Profetik Institute, memberikan analisis mendalam mengenai jalannya debat yang dinilainya sebagai panggung yang menunjukkan perbedaan pendekatan antara kedua pasangan dalam memajukan Sulawesi Selatan.
Terkait pemaparan gagasan soal Infrastruktur hingga Pemberdayaan Ekonomi, menurut Asratillah, debat ini memperlihatkan dengan jelas visi dan strategi yang beragam dari masing-masing pasangan dalam membangun Sulsel.
Pasangan Danny Pomanto-Azhar lebih menekankan pentingnya digitalisasi dan peningkatan infrastruktur berbasis teknologi untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik di seluruh wilayah Sulsel.
“Danny Pomanto memiliki latar belakang teknokrat yang sangat kuat, sehingga wajar jika fokusnya pada pengembangan ‘smart city’ dan modernisasi pelayanan. Ini adalah visi untuk menjadikan Sulsel lebih adaptif dengan perubahan zaman,” ujar Asratillah via seluler, Selasa (29/10/2024) petang.
Di sisi lain, pasangan Andi Sudirman-Fatma menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih inklusif, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur dasar di wilayah terpencil.
Asratillah menilai, Andi Sudirman menunjukkan sikap yang lebih konservatif namun pragmatis, dengan memastikan pembangunan fisik yang mencakup jalan, jembatan, dan akses publik lainnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat pedesaan.
“Pendekatan ini lebih berfokus pada infrastruktur dasar, yang memang masih menjadi kebutuhan banyak daerah di Sulsel. Ini pendekatan yang sangat pro-rakyat kecil,” tambah Asratillah.
Soal Pendidikan dan Kesehatan, jelasnya, masing-masing kandidat Adu Program Strategis dan Komitmen Pemerataan. Dalam topik pendidikan dan kesehatan, Asratillah mencatat, Danny Pomanto-Azhar menawarkan program-program yang ambisius, seperti “Sulsel Cerdas” untuk modernisasi fasilitas pendidikan, dan “Sulsel Sehat” untuk menjamin peningkatan pelayanan kesehatan hingga ke pelosok.
Menurut Asratillah, visi pasangan ini jelas terarah pada peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan melalui pembaruan infrastruktur dan teknologi.
Sementara itu, pasangan Andi Sudirman-Fatma lebih menekankan program yang sifatnya mendasar dan berkelanjutan, seperti peningkatan kualitas tenaga pendidik dan pemerataan tenaga kesehatan.
“Pasangan Andi Sudirman-Fatma tampaknya lebih menitikberatkan kualitas dan pemerataan dalam jangka panjang. Ini mencerminkan pendekatan berkelanjutan yang memang membutuhkan waktu, tetapi diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih merata di seluruh wilayah,” papar Asratillah.
Menyangkut Penanggulangan Kemiskinan, Strategi Pemberdayaan Lokal Berhadapan dengan Pendekatan Bantuan Langsung, Asratillah juga menyoroti perbedaan tajam dalam pendekatan kedua pasangan dalam menanggulangi kemiskinan.
Danny Pomanto-Azhar mengusulkan program “Sulsel Naik Kelas” yang berfokus pada pemberdayaan UMKM melalui akses modal dan pembinaan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi lokal. Menurut Asratillah, pendekatan ini selaras dengan visi Danny Pomanto untuk menciptakan ekonomi berbasis digital yang mendorong wirausaha lokal agar bisa berkembang secara mandiri.
Sebaliknya, pasangan Andi Sudirman-Fatma menawarkan program “Sulsel Mandiri,” yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan memberikan pendampingan usaha bagi keluarga prasejahtera, terutama di sektor pertanian dan perikanan.
Menurut Asratillah, pendekatan ini lebih terfokus pada ekonomi komunitas dan keberlanjutan, yang berupaya meningkatkan ekonomi masyarakat melalui sektor-sektor tradisional yang memang sudah menjadi kekuatan Sulsel.
Analisis Asratillah, keduanya kuat, sehingga masyarakat diminta kritis. Ia menilai, perbedaan strategi ini mencerminkan latar belakang dan pengalaman yang berbeda dari masing-masing pasangan. Danny Pomanto-Azhar, dengan latar belakang teknokrat dan pengusaha, menghadirkan visi inovatif yang berbasis teknologi, sedangkan Andi Sudirman-Fatma, yang berlatar belakang birokrasi, menawarkan pendekatan yang lebih berbasis kebutuhan nyata masyarakat di akar rumput.
“Kedua pasangan menawarkan pilihan yang sama-sama kuat. Namun, masyarakat perlu lebih kritis dalam menyikapi janji-janji yang diajukan, terutama terkait realisasi program-program unggulan mereka. Yang terpenting adalah konsistensi pasangan calon dalam merencanakan serta menjalankan program yang tepat dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” ungkap Asratillah.
Kesimpulan Asratillah, kedua pasangan memberikan harapan baru bagi Sulawesi Selatan. Debat antara Danny Pomanto-Azhar dan Andi Sudirman-Fatma ini memberikan gambaran mendalam bagi masyarakat tentang pilihan kepemimpinan di Sulawesi Selatan.
Menurut Asratillah, kini pilihan ada di tangan rakyat untuk memilih sosok pemimpin yang tidak hanya berjanji, tetapi juga memiliki rencana konkret untuk menghadapi tantangan pembangunan di Sulsel.
Saat ditanya media ini terkait Apakah ada kandidat yang menurut Anda berhasil unggul dalam debat tadi malam ? Apa alasan yang mendukung penilaian tersebut ?
Asratillah mengutarakan, debat itu punya solusi entertain, selanjutnya memiliki fungsi bagi kandidat untuk mensosialisasikan diri mereka agar lebih disukai. Biasanya pemilih atau audiens itu cenderung melihat kandidat yang bukan cuma pandai berbicara ataukah punya visi misi yang canggih, tetapi mereka melihat kandidat tersebut menggunakan istilah-istilah yang sederhana. Nah pak Andi Sudirman unggul dalam debat itu.
Namun, kalau kita memeriksa redaksi visi misi dari masing-masing Paslon semalam itu, Danny Pomanto itu terlalu menggunakan istilah-istilah yang asing bagi masyarakat.
“Secara konsepsional itu bagus (Danny-Azhar, red), tapi bagi audiens itu kurang dimengerti. Dari segi untuk menyampaikan gagasan, gampang untuk dipahami, dan gampang untuk mengambil hati audiens itu terdapat pada diri Andi Sudirman-Fatma. Jadi Andi Sudirman itu unggul lah semalam,” jelasnya serius.
“Pemilihan ini adalah momentum bagi masyarakat untuk menentukan arah masa depan Sulsel. Diharapkan pasangan yang terpilih nanti benar-benar mampu menjawab tantangan dan membawa Sulsel ke arah yang lebih baik,” tutur Asratillah.
Saat ditanya oleh media ini terkait faktor apa yang akan menjadi penentu utama kemenangan kandidat di Pilkada nanti ?, sembari tertawa kecil Asratillah mengatakan, tentunya yang menjadi penentu kemenangan adalah kekuatan tim pemenangan.
“Kalau debat itu, kan paling banter mempengaruhi elektoral sebesar 5 persen. Namun yang paling berkontribusi terhadap kemenangan Paslon itu adalah kekuatan tim. Jadi siapa yang punya tim dan relawan besar, solid serta berkinerja bagus, maka itulah yang akan memenangkan kontestasi Pilgub 2024 mendatang,” tandas Asratillah. (*)