Banda Aceh – Syarbaini, Ketua Dewan Pengurus Pusat Forum Pemuda Aceh, memberikan penilaiannya bahwa tidak ada pelanggaran aturan terkait posisi Azwardi sebagai Komisaris Utama (Komut) Bank Aceh Syariah, meskipun ia saat ini menjabat sebagai Penjabat (Pj) Bupati Aceh Barat. Dalam hal ini, Syarbaini menegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang secara eksplisit melarang pejabat daerah menjabat di posisi seperti itu, sehingga peran Azwardi di Bank Aceh Syariah dinilai sah dan tidak bertentangan dengan regulasi yang ada.
Menurut Syarbaini, memang tidak ada regulasi yang mewajibkan posisi Komisaris Utama (Komut) Bank Aceh Syariah harus dipegang oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh. Ini berarti bahwa posisi Komut bisa diisi oleh siapa saja, termasuk pejabat seperti Azwardi yang saat ini menjabat sebagai Penjabat (Pj) Bupati Aceh Barat. Jika dilihat dari segi aturan, selama tidak ada ketentuan yang melarang, maka tidak ada pelanggaran hukum.
Ketua DPP FPA menegaskan bahwa posisi Komisaris Utama (Komut) di Bank Aceh Syariah sebenarnya bukan sesuatu yang diatur secara tegas dalam regulasi, melainkan lebih kepada kebiasaan yang berlaku di bank tersebut. Artinya, meskipun ada tradisi menjadikan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh sebagai Komut, hal tersebut bukan merupakan keharusan atau kewajiban yang tercantum dalam peraturan resmi.
Ini membuka ruang bagi pejabat lain, seperti Azwardi yang juga menjabat sebagai Penjabat (Pj) Bupati Aceh Barat, untuk mengisi posisi tersebut tanpa melanggar aturan yang ada.
Syarbaini merujuk pada Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2023 yang memang tidak mencantumkan kewajiban bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) harus menjadi Komisaris Utama (Komut) Bank Aceh Syariah. Ini semakin menguatkan bahwa kebiasaan yang ada selama ini di Bank Aceh bukanlah aturan yang diatur dalam peraturan resmi atau regulasi nasional. Jika mengacu pada regulasi OJK tersebut, maka pemilihan Komut Bank Aceh Syariah bisa dilakukan tanpa harus mengacu pada jabatan Sekda, selama calon yang terpilih memenuhi persyaratan lainnya.
Syarbaini juga memberikan contoh seperti Bustami Hamzah yang menjabat sebagai Komut saat menjadi Kepala Dinas Keuangan Aceh dan Taqwallah yang tetap menjadi Komut meskipun tidak lagi menjabat sebagai Sekda menunjukkan bahwa posisi Komisaris Utama di Bank Aceh Syariah tidak selalu terkait langsung dengan jabatan Sekda.
Tentu saja, ini menunjukkan bahwa pengisian jabatan di Bank Aceh Syariah bisa lebih terbuka dan tidak terikat pada tradisi atau kebiasaan tertentu. Dengan begitu, ada ruang bagi individu dengan keahlian atau pengalaman yang relevan, meskipun tidak menjabat sebagai Sekda, untuk memimpin dan memberikan kontribusi di lembaga keuangan tersebut.
Syarbaini menegaskan pentingnya melihat posisi Azwardi sebagai Komisaris Utama (Komut) Bank Aceh Syariah secara profesional, tanpa mengaitkannya dengan isu politik. Menurutnya, Azwardi telah menjalankan tugasnya sesuai aturan yang ada, dan tidak ada pelanggaran hukum terkait posisi tersebut meskipun ia menjabat sebagai Penjabat (Pj) Bupati Aceh Barat.
Pandangan ini menekankan pada prinsip profesionalisme dalam pengelolaan lembaga keuangan, di mana kualifikasi dan kemampuan seseorang lebih dipertimbangkan daripada posisi politik atau administratif yang sedang dijabat.
Syarbaini juga memberikan apresiasi terhadap kinerja Azwardi sebagai Komisaris Utama (Komut) Bank Aceh, yang dinilai telah memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan performa lembaga perbankan tersebut. Dengan peningkatan kinerja Bank Aceh yang semakin baik, Syarbaini mengajak semua pihak untuk mendukung proses yang ada dan tidak membiarkan isu-isu yang tidak relevan memperkeruh suasana.
Jika kinerja Azwardi sebagai Komut memang terbukti efektif dalam mendorong kemajuan Bank Aceh, maka penekanan pada hasil ini bisa jadi lebih penting daripada hal-hal lain yang mungkin hanya menciptakan polarisasi tanpa dasar yang kuat.
Syarbaini menekankan bahwa stabilitas lembaga perbankan daerah, seperti Bank Aceh Syariah, sangat penting untuk memastikan lembaga tersebut dapat terus memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Menurutnya, desakan-desakan yang tidak berlandaskan aturan atau yang lebih bersifat politis hanya akan mengganggu fokus lembaga dalam menjalankan tugasnya, yang pada akhirnya bisa merugikan semua pihak, termasuk masyarakat yang bergantung pada pelayanan bank tersebut.
Syarbaini dengan tegas menyatakan bahwa Bank Aceh adalah salah satu kebanggaan masyarakat Aceh, dan oleh karena itu, semua pihak seharusnya lebih fokus untuk mendukung kemajuan bank ini, daripada memunculkan isu-isu yang tidak produktif.
Syarbaini mengakhiri dengan imbauan yang sangat relevan, agar semua pihak lebih bijak dalam memberikan kritik, terutama yang menyangkut lembaga strategis seperti Bank Aceh. Menurutnya, penting untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar mendukung kemajuan dan profesionalitas lembaga tersebut, demi perekonomian masyarakat Aceh yang lebih baik.