Liputan 1.online | Jakarta,-Kejaksaan RI lahir seumuran dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasang surut, timbul tenggelamnya lembaga ini, seiring dengan kesadaran masyarakat atas pentingnya hukum dan penegakkan hukum yang tegas dan tuntas. Kejaksaan yang tegas dan berani menegakkan hukum adalah keinginan masyarakat.
Kejaksaan dibawah kepemimpinan Jaksa Agung ST. Burhanuddin, seolah mengingatkan kejaksaan di masa lalu dibawah Jaksa Agung Suprapto, yang menangkap perwira dan mengadili menteri.
Jaksa Agung ST. Burhanuddin dengan nyali pantang mundur dan tentu saja didukung oleh jaksa-jaksa pidana khusus, menindak para pelaku tindak pidana korupsi jumbo, dengan kerugian negara yang bernilai trilyunan rupiah, dengan modus operandi tindak pidana yang sistemik dan sulit, serta dengan para pelakunya yang sulit tersentuh tangan hukum.
Selain itu, terobosan baru berupa penyelesaian perkara pidana berdasarkan keadilan restorative (RJ) juga digagasnya. Ribuan perkara, pun telah diselesaikan dengan mekanisme RJ. Respon cepat terhadap permasalahan-permasalahan penegakan hukum di kejaksaan, juga dilakukannya.
Pada masa kepemimpinan Jaksa Agung ST. Burhanuddinlah kepercayaan publik tertinggi, menempatkan Kejaksaan RI sebagai lembaga penegak hukum yang dipercaya publik. Sementara, di sisi yang lain, serangan balik pun terjadi menyerang marwah kejaksaan republik Indonesia.
Suparji Ahmad, Guru Besar Hukum Pidana Universitas AlAzhar, berkomentar bahwa serangan balik itu hal yang lumrah, apalagi bagi para jaksa yang tangguh di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST. Burhanuddin. Suparji juga menegaskan, jangan kendor pemberantasan korupsi.
“Kejaksaan buktikan tindak pelaku korupsi sawit baik orang maupun korporasinya, pasal tindak pidana pencucian uang pun dipasang sebagai instrumen upaya pengembalian kerugian keuangan negara trilyunan rupiah. Apalagi di tengah statemen Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mensinyalir kerugian negara 300 trilyun rupiah,” ungkap Suparji.
Pada akhirnya, Suparji berharap pemimpin kejaksaan yg tegas dan bernyali adalah cocok saat di tengah bersemangatnya pemerintahan baru untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi.
“Kejaksaan harus terus berbenah, untuk memenuhi harapan rakyat. Pemimpin yang bekerja untuk rakyat, pastilah akan dibela oleh rakyat,” tegasnya.
Dalam konteks penuntutan tindak pidana khusus, menurut Suparji harus ada pendekatan taktis yang menekankan kerja tim, pertukaran posisi, dan fleksibilitas di lapangan.
“Penyelesaian perkara di tahap penuntutan harus lebih baik, persentase penyelesaiannya perlu ditingkatkan dengan didukung landasan kebijakan dalam penanganan perkara tindak pidana khusus secara integral sejak tahap penyidikan, penuntutan dan eksekusi yang mengedepankan tidak hanya pemidanaan terhadap pelaku, namun juga dalam rangka perampasan aset hasil kejahatan para pelakunya!” pungkas Suparji.
Editor: Hamdi Ramadhan