Banda Aceh, Liputan1 – Menanggapi pernyataan Anggota DPRA Irpannusir yang meminta PT. Mifa Bersaudara ditutup, Mulyadi Muhammad Sekretaris Gerakan Massa Buruh (GEMURUH) Aceh menyatakan pernyataan Irpannusri tersebut terkesan kekanak-kanak dan berfikiran sempit, seharusnya Irpannusri lebih dewasa dan berfikir lebih arif dalam menanggapi isu tambang di Aceh, saat di jumpai awak Media pada jum’at,(27-09-2024) kemaren.
Dirinya mengatakan, seorang anggota DPRA seharusnya dapat berfikir lebih objektif dan menyeluruh melihat sebuah persoalan tambang di Aceh, bukan tiba-tiba meminta sebuah perusahaan yang sudah menyumbang PAD yang besar bagi Aceh, sudah menampung ribuah tenaga kerja, sudah memberikan nilai positif bagi iklim investasi Aceh lalu tiba-tiba diminta tutup.
“Tanah Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah, nanggroe kita ini kaya, namun belum bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat Aceh karena belum ada investor yang tertarik atau bahkan belum yakin dengan kondisi keamanan dan politik di Aceh, ada satu dua investor yang sudah masuk ke Aceh seharusnya tidak ditakut-takuti dengan cara demikian, tiba-tiba diminta tutup,” Ujar Mulyadi Sekretaris Gerakan Massa Buruh kepada Wartawan.
Muliadi juga menambahkan, Sebagai Anggota Dewan, Irpannusri tidak memikirkan bagaimana nasib ribuan tenaga kerja/buruh dan keluarganya yang menggantungkan harapan dan masa depan anak cucunya pada PT. Mifa. “Apa pak Dewan bisa menyediakan lapangan kerja bagi mereka?”tanya Muliadi.
“Terkait dengan persoalan imbas lingkungan, tentunya pemerintah memiliki aturan dan mekanisme tersendiri untuk mengatasi hal tersebut, anehnya begitu banyak isu tambang ilegal yang beroperasi di Aceh justru luput dari perhatian beliau.
“Seharusnya pak Dewan juga berfikir bagaimana tambang ilegal tersebut diupayakan menjadi tambang legal sehingga mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat dan menambahkan PAD Aceh,”ucapnya.
Dirinya juga berharap di aceh dapat tercipta iklim investasi yang sehat, sehingga kedepan akan banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di Aceh.
Demikian Muliadi mengatakan.
[WAHYU]